Kita perlu membahas topik yang pasti akan muncul ketika menggunakan ArabBible. Fondasi tekstual untuk ArabBible adalah terjemahan Van Dyck yang terhormat, yang diselesaikan di Lebanon pada bulan Maret tahun 1860. Anda mungkin menyadari bahwa istilah yang digunakan untuk "God" dalam versi Van Dyck adalah "Allah." Akan tetapi, ArabBible sama sekali tidak menggunakan kata itu. Sebagai gantinya, kata "al-ilaah" telah digunakan (catatan: tidak ada perubahan lain yang dilakukan pada teks Van Dyck). Mengapa ada perubahan? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita harus melihat beberapa masalah...
Nama seseorang dikenal sebagai "kata benda diri"; kata benda ini hanya merujuk pada orang itu sendiri. Di sisi lain, "kata benda umum" adalah kata benda generik yang dapat diterapkan pada lebih dari satu orang. Misalnya: Saya dapat memanggil Robert dan Joseph dengan sebutan "pria". Karena mereka berdua pria, saya dapat memanggil salah satu dari mereka dengan sebutan "pria", dan itu benar dan pantas. Jadi, "pria" adalah kata benda umum. Akan tetapi, saya tidak dapat memanggil Robert dengan nama "Joseph" atau sebaliknya. Setiap orang memiliki nama unik yang harus mereka gunakan. Dan bahkan jika kebetulan ada dua Robert di ruangan itu, "Robert #1" tidak akan menjadi orang yang sama dengan "Robert #2". Jika saya berbicara tentang "Robert", semua orang akan bertanya: "Apakah yang Anda maksud adalah Robert #1 atau Robert #2?" Mereka berbeda. Itulah sebabnya di hampir setiap budaya di dunia, orang tidak memberikan nama yang sama kepada anak-anak mereka. Jika orang yang berbeda memiliki nama yang sama akan menyebabkan kebingungan yang hebat. Hal itu tampaknya cukup mudah untuk dipahami.
Ketika berbicara tentang "God", kita memanggil-Nya dengan sebutan apa? Berbagai bahasa memiliki sejumlah cara untuk menangani hal ini. Dalam bahasa Inggris, misalnya, dipahami bahwa "god" (dengan huruf kecil 'g') dapat merujuk pada salah satu dari sejumlah sesembahan yang dianggap ada, sementara "God" (dengan huruf kapital "G") merujuk pada pencipta tunggal alam semesta. Kapitalisasi kata benda itu hanyalah cara budaya [Inggris] kita untuk menanganinya. Akan tetapi, harus dipahami dengan jelas bahwa baik "god" maupun "God" bukanlah "kata benda diri"; sebaliknya keduanya adalah "kata benda umum", yang merujuk pada suatu sesembahan: dalam kasus "god", merujuk pada dewa mana pun; dan dalam kasus "God", merujuk pada sesemabahan tertentu. Kata benda umum "man" (pria) adalah cara untuk merujuk pada seseorang tanpa menggunakan namanya; demikian pula, menggunakan kata benda umum "God" adalah cara untuk merujuk pada Pribadi yang unik itu, tanpa menggunakan nama-Nya.
Jika seseorang memanggil seseorang "man", mereka akan benar, tetapi generik. Dan jika seseorang memanggilnya "Robert", mereka juga akan benar, tetapi personal. Sekarang mari kita bicarakan tentang "God".
Ketika kita menyebut "God", istilah itu benar dan dapat diterima. Namun, "God" bukanlah nama-Nya, sama seperti "pria" bukanlah nama saya. Saya memiliki nama yang dapat digunakan oleh mereka yang mengenal saya untuk memanggil saya. Bagi yang lain, saya mungkin disebut sebagai "pria itu". Tetapi menggunakan nama-nama pribadi adalah lebih intim.
"God" dari Alkitab menyebut diri-Nya dengan sejumlah kata benda umum dan satu kata benda diri. Jangan salah paham: penggunaan istilah "kata benda umum" ketika menyebut "God" sama sekali tidak merendahkan, tetapi merupakan istilah linguistik. Beberapa kata benda umum yang Ia gunakan ketika menyebut diri-Nya adalah: "God", "Creator", "Savior", "Lord", "Messiah", "King", dll. Namun, ada juga satu kata benda diri yang Ia gunakan untuk menyebut diri-Nya sendiri. Jadi, apakah nama unik itu? Percakapan berikut terjadi antara Musa dan "God" sekitar tahun 1400 SM:
Lalu Musa berkata kepada "God", "Lihatlah, aku akan pergi kepada orang Israel dan akan berkata kepada mereka, 'God nenek moyangmu telah mengutus aku kepadamu.' Sekarang, mereka mungkin bertanya kepadaku, 'Siapakah nama-Nya?' Apakah yang akan kukatakan kepada mereka?"
God berfirman kepada Musa, "AKU ADALAH AKU"; dan Dia berkata, "Beginilah harus kaukatakan kepada orang Israel, 'AKU ADALAH telah mengutus aku kepadamu.'
Selanjutnya, God berfirman kepada Musa, "Beginilah harus kaukatakan kepada orang Israel, 'YEHOVAH (YHWH), God nenek moyangmu, God Abraham, God Ishak dan God Yakub, telah mengutus aku kepadamu.' Itulah nama-Ku untuk selama-lamanya, dan itulah nama peringatan-Ku turun-temurun. (Keluaran 3:13-15)
Bagian yang sama dalam bahasa Ibrani asli ditunjukkan di bawah ini. Kotak merah sesuai dengan teks merah di atas, dan area yang diarsir hijau sesuai dengan teks hijau di atas, bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Ibrani.
"God" dengan jelas memberitahu Musa siapa nama pribadi-Nya: nama-Nya adalah YEHOVAH (YHWH) dalam bahasa Ibrani. Dan Dia dengan jelas mengatakan bahwa ini adalah nama-Nya untuk selamanya. Ingat, kita belum sampai pada masalah penerjemahan; kita baru saja menetapkan apa yang "God" sebut sebagai Diri-Nya. Untuk lebih memperjelas, mari kita lihat kata-kata dalam warna hijau: Dia mengidentifikasi Diri-Nya sebagai "God" Abraham, "God" Ishak, dan "God" Yakub. Yesus sendiri mengutip ayat ini ketika berbicara kepada orang-orang Saduki dalam Injil Markus:
Tetapi tentang orang mati, bahwa mereka bangkit kembali, tidakkah kamu baca dalam kitab Musa, dalam nas tentang semak yang terbakar, bagaimana "God" berfirman kepadanya, "Akulah 'God' Abraham, 'God' Ishak, dan 'God' Yakub". (Markus 12:26)
Teks yang diarsir hijau kembali merujuk kepada teks bahasa Inggris yang terkait di atas, bagi mereka yang tidak mengerti bahasa Yunani.
Jadi "God" mengidentifikasi Diri-Nya sebagai YEHOVAH (YHWH), dan dengan jelas menjelaskan berbagai hal dengan mengidentifikasi Diri-Nya sebagai "God" Abraham, "God" Ishak, dan "God" Yakub.
Islam juga membahas masalah "God". Istilah umum untuk "God" adalah "ilaah" [yang sering ditulis "ilah" dalam bahasa Indonesia]. Kata Arab ini adalah kata benda umum, dan dapat merujuk pada "god" yang dianggap apa pun, atau dapat juga merujuk pada "God" yang unik. Ini diterima secara universal di antara semua orang yang berbahasa Arab. Selanjutnya, kita dapat berbicara tentang kata benda diri, atau nama Arab-Nya yang sebenarnya. Nama diri yang diterima secara universal di antara umat Islam yang merujuk pada sesembahan Islam adalah "Allah". Ada pusaran kontroversi akhir-akhir ini tentang asal-usul linguistik nama itu, tetapi faktanya tetap bahwa tidak ada kontroversi apa pun tentang nama sesembahan Islam. "Allah" adalah nama diri-Nya, nama yang Ia sebut dirinya sendiri, dan mengharapkan orang lain untuk memanggil-Nya. Jika seseorang ingin membantah klaim ini, biarlah ia mempertimbangkan kata-kata Edward William Lane, satu-satunya penulis Lexicon Arab-Inggris. Seri otoritatif delapan jilid ini tidak hanya memakan waktu tiga puluh tahun untuk disusun, tetapi dikatakan jauh melampaui setiap leksikon yang pernah diproduksi dalam bahasa apa pun. Mengenai kata "Allah", Lane mengatakan bahwa menurut pendapat paling benar dari para ahli tata bahasa Arab, yang jumlahnya lebih dari tiga puluh, Allah "adalah nama diri". Selain itu, Abdul Mannan Omar, editor Encyclopedia of Islam, dan penerjemah Al-Qur'an ke dalam bahasa Inggris, mengatakan secara langsung bahwa Allah "bukanlah kata benda umum" dan, seperti Lane, menyatakannya sebagai "nama diri" (The Dictionary of the Holy Qur'an, hal.28, 29).
Kita langsung menghadapi dilema. Kitab Kudus Ibrani memberi tahu kita bahwa nama diri abadi dari satu-satunya "God" yang benar adalah YEHOVAH (YHWH), sementara Islam dan Al-Qur'an sendiri memberi tahu kita bahwa nama diri abadi dari satu-satunya "God" yang benar adalah Allah. Kita harus membuat pilihan; tidak bisa keduanya. Tidak ada ruang untuk bersikap netral di sini. Kata "ilaah" adalah nama Arab yang diterima secara universal untuk "a god". Itulah sebabnya kata itu disebut kata benda umum. Akan tetapi, masalah kita bukan di situ, melainkan pada keputusan tentang nama yang tepat untuk digunakan bagi “God” yang kekal. Ingat, Kitab Kudus Ibrani menjelaskan siapakah ini: Dia adalah "God" Abraham, "God" Ishak, dan "God" Yakub. Dan Perjanjian Baru juga menegaskan wahyu Perjanjian Lama, bahwa "God" masih mengidentifikasikan diri-Nya dengan ketiga orang ini, berdasarkan perjanjian yang kekal. Bahkan, Yesus sendiri mengingatkan perempuan Samaria itu bahwa "Keselamatan datang dari orang Yahudi" (Yohanes 4:22). Bagaimana seharusnya kita berpikir tentang ini? *Mungkinkah ketika kita berbicara tentang YEHOVAH (YHWH) dan Allah, kita sebenarnya berbicara tentang dua "god" yang berbeda? Satu “god” yang mungkin mengidentifikasikan dirinya dengan Abraham, tetapi tentu saja bukan Ishak, dan sama sekali bukan Yakub (Israel); dan yang lain yang tanpa diragukan lagi mengidentifikasikan diri-Nya sebagai "God" dari ketiganya. Nama pribadi mereka yang mereka gunakan untuk mengidentifikasikan diri mereka jelas berbeda (perhatikan bahwa YEHOVAH (YHWH) bahkan tidak pernah disebutkan dalam Al-Qur'an); dan juga jelas bahwa bahkan karakter dan tindakan mereka berbeda, jadi mengapa kita bersikeras bahwa mereka pasti sama?
Mungkin kita lebih membesar-besarkan hal "Abraham, Ishak, dan Yakub" daripada yang seharusnya? Mungkin "God" mengidentifikasikan dirinya dengan ketiga orang ini tidak begitu penting? Tetapi suka atau tidak, inilah yang Dia sebut sebagai diri-Nya, dan apakah itu dalam bahasa Ibrani Alkitabiah di Perjanjian Lama atau bahasa Yunani Koine di Perjanjian Baru, kedua klarifikasi tersebut memastikan bahwa kita tidak salah mengira Dia sebagai "god" bangsa lain. Ternyata ini memang perbedaan yang penting, karena dalam Kitab Mazmur, disebutkan kepada kita siapa sebenarnya "gods" dari semua bangsa lain:
Karena semua "god" bangsa-bangsa adalah berhala, tetapi YEHOVAH (YHWH) telah menjadikan langit. (Mazmur 96:5)
Sungguh menarik bahwa Ia mengontraskan nama-Nya, kata benda diri YEHOVAH (YHWH), dengan kata benda umum "god-god". "God" Israel, pada kenyataannya, benar-benar mengontraskan diri-Nya dengan semua "god" bangsa lain---semuanya . YEHOVAH (YHWH) berdiri terpisah dari mereka semua, termasuk Allah, yang tidak pernah sekalipun mengidentifikasi dirinya sebagai "'God' Abraham, 'God' Ishak, dan 'God' Yakub".
Apa tugas penerjemah saat menangani Kitab Kudus? Tugasnya adalah mengomunikasikannya setepat mungkin, mengambil kata yang digunakan dalam bahasa sumber, dan memanfaatkan padanannya (jika ada) dalam bahasa sasaran (target). Sesederhana itu. Atau begitulah kelihatannya. Pertama, mari kita lihat situasi dengan Perjanjian Lama berbahasa Arab. Setiap kali kata benda diri digunakan dalam teks asli, kita harus mencerminkannya dalam bahasa sasaran. Melakukan itu berarti bersikap setia. Jadi setiap kali kata YHWH (YEHOVAH) muncul dalam bahasa Ibrani asli, kita harus menerjemahkannya dengan padanannya. Ingat, ini adalah nama, kata benda diri. Dalam hal ini, karena tidak ada padanannya, lebih baik kita membiarkannya apa adanya (catatan: orang Yahudi tidak pernah mengubah nama YHWH (YEHOVAH) menjadi "Adonai", yang berarti "Lord". Mereka hanya menggantinya dengan "Adonai" saat membacanya dengan suara keras, awalnya karena tidak ingin menodai Nama yang suci, tetapi kemudian karena tradisi). Sebagian besar terjemahan bahasa Inggris mencoba untuk mempertahankan arti dari nama yang tidak boleh diucapkan ini (disebut Tetragrammaton) dengan menerjemahkan YHWH sebagai "LORD" (empat huruf, semuanya ditulis dengan huruf kapital) di seluruh Perjanjian Lama. Kita seharusnya tidak pernah mengambil kebebasan ketika berurusan dengan Kitab Kudus yang berharga ini.
Mari kita mengambil satu pengalihan perhatian sejenak. Septuaginta adalah versi Yunani dari Perjanjian Lama, yang diterjemahkan dari bahasa Ibrani kuno, sekitar tahun 280 SM. Ini adalah versi yang dikenal oleh sebagian besar orang Yahudi Perjanjian Baru. Para penulis Septuaginta menghadapi dilema yang sama seperti yang dihadapi penerjemah lain sekarang: bagaimana menerjemahkan kata-kata yang berhubungan dengan "God", baik kata benda umum maupun kata benda diri yang unik. Kami percaya mereka menetapkan preseden yang aman dan dapat diterima bagi kita semua. Kata benda diri, YHWH, diterjemahkan sebagai "Kurios". Kata ini berarti "Lord" atau "Master", dan merupakan padanan dari "kata bacaan pengganti" yang digunakan oleh orang-orang Yahudi, yaitu "Adonai". Bagaimana dengan menerjemahkan ke dalam bahasa Yunani kata benda umum "God" (atau "Elohim" dalam bahasa Ibrani)? Bagaimana kita menerjemahkannya? Para penerjemah Septuaginta menetapkan preseden baik lainnya bagi para penulis Perjanjian Baru dengan menggunakan kata benda umum yang setara dalam bahasa Yunani, "theos". Kata "theos", seperti padanannya dalam bahasa Inggris "god", dapat merujuk kepada "god" yang mana pun yang dianggap ada, atau dapat juga merujuk kepada satu-satunya "God" yang benar. Ingatlah bahwa ini sepenuhnya dapat diterima, karena Dia pada akhirnya diidentifikasi dengan nama, bukan hanya dengan gelar. Sangat penting untuk memperhatikan bahwa baik penerjemah Septuaginta maupun penulis-penulis Perjanjian Baru tidak menggunakan kata benda diri untuk menerjemahkan kata benda umum. Tidak seorang pun dari mereka yang pernah menerjemahkan kata benda umum "Elohim" dengan kata benda diri (misalnya "Zeus", "Baal", dll.), tetapi dengan kata benda umum generik yang setara "theos". Prinsipnya adalah ini: ketika mengacu pada "God", penerjemah boleh menggunakan kata budaya generik untuk "god", tetapi tidak boleh menggunakan nama diri dari suatu "god" tertentu dari budaya tersebut (misalnya Baal, Zeus, Allah, Thor, dll.) karena hanyalah "Nama" dari Yang Mahakudus dari Israel [yaitu, YEHOVAH] boleh dipakai.
Jadi, bagaimana dengan kita? Kita ingin mengikuti contoh itu juga. Perhatikanlah bahwa kata untuk "Lord" dalam bahasa Arab adalah kata benda umum "rabb". Ketika merujuk kepada "Lord" dalam bagian-bagian Perjanjian Baru, kita dapat mengikuti contoh Perjanjian Baru dengan menggunakan kata benda umum dengan “definate article” (kata tambahan yang membatasi artinya) “al”, "al-rabb" (diucapkan ar-rabb: "the Lord"). Dan inilah tepatnya yang telah dilakukan oleh para penerjemah Perjanjian Baru bahasa Arab. Jadi, mari kita terapkan prinsip yang sama pada kata untuk "God". Kita ingin menerjemahkan kata benda umum generik bahasa Yunani "theos" ke dalam bahasa Arab (catatan: kata "theos" tidak pernah digunakan sebagai kata benda diri, baik untuk suatu "god" maupun manusia). Jadi, kita dapat dengan yakin menggunakan kata benda umum generik bahasa Arab yang setara, "ilaah". Dan seperti yang dilakukan oleh para penerjemah Septuaginta, dan juga para penulis Perjanjian Baru, mari kita tambahkan "definate article" padanya, untuk merujuk kepada satu-satunya "God" pencipta. Oleh karena itu, sebagaimana "theos" dapat merujuk kepada "god" mana pun, dan " ho theos" ("the God") merujuk kepada satu "God" Israel, maka kita dapat menggunakan "ilaah" untuk merujuk kepada "god" mana pun, dan "al-ilaah" ("the God") untuk merujuk kepada satu-satunya "God" Israel.
Apa saja konsekuensi dari penggunaan kata benda umum "al-ilaah" ("the god") untuk merujuk kepada "God"? Pertama, karena kata "ilaah" adalah seluruhnya bahasa Arab, tidak ada pengenalan beberapa terminologi yang membingungkan secara budaya. Setiap orang Arab tahu bahwa kata ini dapat merujuk kepada satu "God". Dan ketika kita menambahkan "definate article" padanya, hal itu segera mempersempit cakupan menjadi satu "God". Namun, hal itu juga akan membuat umat Islam bertanya-tanya mengapa istilah Islam "Allah" tidak digunakan, sementara pada saat yang sama, membantu mereka untuk menyadari bahwa "al-ilaah" sebenarnya adalah kata Arab yang dapat diterima sepenuhnya yang merujuk kepada "the God". Ini mungkin benar-benar menjadi kesempatan untuk berbagi fakta bahwa kita menyembah suatu "God" yang berbeda secara keseluruhan. Tentu saja ini adalah ide yang radikal bagi sebagian orang, tetapi yang pasti, ada preseden Perjanjian Baru untuk itu. Paulus, di Athena, memberi tahu para pendengarnya bahwa ia akan memberi tahu mereka tentang ""the God" (ho theos) yang menciptakan dunia" (Kisah Para Rasul 17:24). Ingat, ia tidak menggunakan nama diri dari "god" asing, dan memberi tahu mereka bahwa "Zeus yang menciptakan dunia", meskipun Zeus-lah yang dianggap oleh budaya Yunani sebagai pencipta dan "god" terbesar dalam Pantheon Yunani. Bahkan, ia tidak repot-repot menyebutkan Zeus sama sekali. (Kalau anda bertanya-tanya, "theos" tidak secara etimologis berhubungan dengan Zeus. Akar kata "theos" dalam bahasa Indo-Eropa kemungkinan besar adalah *dhes-. Akar kata yang sama menjadi fes- dalam bahasa Latin dan muncul dalam kata-kata seperti 'festival'). Demikian pula, orang-orang yang berbahasa Arab perlu diberi tahu tentang "the God" (al-ilaah) yang menciptakan dunia", bahkan tanpa merujuk kepada Allah. Setiap penutur bahasa Arab dapat langsung menghubungkannya dengan "al-ilaah". Kita hanya perlu memberi tahu mereka Kabar Baik tentang siapa "God" ini!
Akhirnya, bagaimana dengan saudara-saudari Kristen kita yang telah menggunakan istilah "Allah" selama bertahun-tahun? Apakah perubahan ini membuat mereka tersingkirkan, atau justru membuat mereka kurang dikenal di mata kita? Sama sekali tidak! Ada banyak orang beriman yang baik yang menggunakan nama Allah. Perubahan ini tidak dimaksudkan untuk mempertanyakan atau merendahkan kasih sejati mereka kepada Juruselamat sejati, Yesus Kristus. Tidak ada tanda-tanda kutukan bagi mereka. Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk masa depan. Sekarang banyak Muslim yang menemukan Yesus, dan kami percaya hal ini akan semakin cepat terjadi di hari-hari mendatang yang monumental. Mengikuti Anak Domba "God" dan memutuskan hubungan dengan Islam akan membutuhkan pengorbanan yang sangat menyakitkan dari pihak banyak orang beriman. Namun, ada beberapa hal yang layak untuk diperjuangkan.
"...dan setelah memanggil rasul-rasul itu, mereka memukuli mereka dan melarang mereka mengajar dalam nama Yesus, lalu membiarkan mereka pergi. Maka mereka meninggalkan sidang Mahkamah Agama itu dengan gembira, karena mereka telah dianggap layak menderita penghinaan oleh karena nama-Nya." (Kisah Para Rasul 5:40-41)
Singkatnya, ArabBible menggunakan kata benda umum yang pasti, "al-ilaah" untuk merujuk kepada "the God", alih-alih kata benda Islam, "Allah". Kami yakin ini berdasarkan preseden Alkitab dan linguistik yang baik. Meskipun ini tentu akan menimbulkan gelombang kejutan...
"Marilah kita mengenal, dan berusaha sungguh-sungguh mengenal YEHOVAH; kemunculan-Nya pasti seperti fajar; Ia akan datang kepada kita seperti hujan lebat, seperti hujan pada akhir musim yang membasahi bumi." (Hosea 6:3)